cara pembuatan akun edmodo untuk siswa :
Disini saya akan memposting cara membuat akun edmodo untuk siswa, kenapa saya
memposting artikel ini. Karena saya lebih senang belajar tanpa menghadap
langsung oleh guru kita, tetapi kita bisa sekolah dirumah atau pernah kita
dengar istilah HOME SCHOOL. Ini merupakan belajar online yang mengikatkan
antara guru dan murid. Saat ini saya akan menjelaskan cara mendaftar edmodo untuk student/siswa.
1. Langkah pertama masuk ke halaman edmodo, untuk masuk klik disini
2. Dibawah ini adalah tampilan awal edmodo
1. Langkah pertama masuk ke halaman edmodo, untuk masuk klik disini
2. Dibawah ini adalah tampilan awal edmodo
3. Kemudian daftar dahulu untuk
memiliki akun edmodo, kemudian klik I'am a Student
4. Setelah anda mengeklik I'am a Student, tampilan seperti gambar dibawah
ini
5. Kemudian isi data diri anda
dikotak yang telah disediakan, Kemudian untuk Group Code tanyakan kepada guru anda, Bila sudah
lengkap klik Sign Up. Contoh seperti gambar dibawah ini
6. Tunggu beberapa menit akan ada
pemberitahuan dari email bahwa akun anda sudah bisa digunakan
Cukup sekian dari saya pemberitahuan tentang cara membuat akun edmodo untuk siswa
Cukup sekian dari saya pemberitahuan tentang cara membuat akun edmodo untuk siswa
Label: TUTORIAL NETWORK
Pengaturan Profil / akun Edmodo
Dari
halaman pengaturan akun, Anda dapat mengatur untuk mendapatkan
pemberitahuan/notifikasi, mengatur keamanan, dan mengatur informasi
profil. Untuk pergi ke pengaturan tersebut, silahkan pilih “Account”
yang berupa menu drop down yang terdapat di pojok atas sebelah kanan
halaman depan Edmodo Anda.
dan akan muncul tampilan seperti ini :
Dalam menu tersebut silahkan pilih “Setting”. Di halaman ini Anda dapat melakukan berbagai hal diantaranya adalah:
1. Mengubah foto profil _ Anda dapat memilih untuk mengunggah foto dari
komputer pribadi atau menggunakan icon yang telah disediakan.
2. Mengubah informasi pribadi _ Anda dapat menambahkan ataumengubah nama beserta alamat email.
3. Anda dapat mengubah kata sandi (password)
4. Menentukan sekolah Anda _ Anda dapat memilih untuk terhubung dengan
sebuah sekolah atau mengubahnya. Dalam hal ini jika Anda logged in
melalui subdomain sebuah sekolah misalnya “sekolahanda.edmodo.com”, Anda
akan membutuhkan kode sekolah untuk berganti ke sekolah yang berbeda
lainnya.
5. Menentukan notifikasi _ pilih menu drop down notifikasi untuk
menentukan mode notifikasi. Terdapat tiga pilihan yaitu tanpa
notifikasi,
notifikasi melalui email atau SMS/teks. Jika Anda memilih notifikasi melalui email, artinya setiap pembaharuan aktivitas yang ada di akun Edmodo Anda akan diberitahukan melalui email. Jika Anda memilih notifikasi melalui teks, maka pemberitahuan akan dikirimkan melalui SMS ke HP Anda. Namun dalam hal ini baru penyedia layanan selular di wilayah Amerika saja yang baru bisa sedangkan di Indonesia belum. Untuk itu jika Anda memilih ingin adanya pemberitahuan, maka pilihlah
notifikasi melalui email.
notifikasi melalui email atau SMS/teks. Jika Anda memilih notifikasi melalui email, artinya setiap pembaharuan aktivitas yang ada di akun Edmodo Anda akan diberitahukan melalui email. Jika Anda memilih notifikasi melalui teks, maka pemberitahuan akan dikirimkan melalui SMS ke HP Anda. Namun dalam hal ini baru penyedia layanan selular di wilayah Amerika saja yang baru bisa sedangkan di Indonesia belum. Untuk itu jika Anda memilih ingin adanya pemberitahuan, maka pilihlah
notifikasi melalui email.
6. Tipe notifikasi _ Anda dapat memilih tipe pemberitahuan yang
akanditerima dengan cara member tanda centang di kotak terhadap satu
atau
beberapa pilihan diantaranya:
o Alerts _ setiap ada tanda atau indikasi peringatan
o Notes _ setiap ada anggota dari kelas Anda yang mengirimkan notes
o Direct message _ setiap ada anggota dari kelas Anda yang mengirimkan pesan pribadi
o Replies_ setiap ada anggota kelas yang membalas notes dari anggota lainnya.
o New group members _ setiap ada anggota baru di kelas Anda o Group join request _ setiap ada permintaan untuk bergabung di
grup kelas/mata pelajaran/kelompok kerja yang ada di edmodo Anda.
grup kelas/mata pelajaran/kelompok kerja yang ada di edmodo Anda.
7. Privacy _ Anda dapat memilih untuk mem-blok semua permintaan
koneksi/pertemanan atau membuat profile Anda dapat dilihat oleh jejaring
pertemanan pribadi Anda dengan cara mencentang kotak yang ada di bagian
bawah privacy.
Bagaimana cara Bergabung Dalam Grup
Sebenarnya dalam pembuat di edmodo kita sudah bergabung dalam satu kelas
di akun kita, karena dalam proses pembuatan akun kita sudah diberi kode
grup oleh guru yang termasuk masuk di grup kelas. Tetapi jika ingin
bergabung lagi dengan grup / kelas lain ini dia caranya :
klik gambar seperti diatas, lalu klik join. Akan muncul kode grup untuk bergabung dikelas yang akan anda bergabung.
isi kode grup sesuai kode yg diberikan guru / grup kelas tersebut.
Perpustakaan Maya
TEKNOLOGI hampir selalu membawa janji dan mimpi. Datangnya teknologi
internet telah memperkukuh janji dan mimpi teknologi pada salah satu
pilar dunia akademik, yaitu perpustakaan. Perkembangan teknologi
informasi yang pesat mengarahkan perpustakaan konvesional menjadi
perpustakaan maya (online library). Perpustakaan maya memberikan janji
dan mimpi kemudahan, kecepatan, keterjangkauan, kemurahan,
fleksibilitas, serta kemampuan mengatasi ruang dan waktu.
Pada 1945 atau 30 tahun sebelum penemuan PC (personal computer) dan 50 tahun sebelum lahirnya world wide web, Dr Vannevar Bush dalam salah satu esainya yang terkenal As We May Think memimpikan sebuah desktop personal yang akan mengambil alih semua perpustakaan. Dalam impian yang dia sebut Memex, Bush membayangkan sebuah keyboard dan layar yang memungkinkan penggunanya untuk menghadirkan ilmu pengetahuan umat manusia yang terkumpul menjadi satu. Bush membayangkan sebuah mesin yang akan mencatat lompatan-lompatan individu inspiratif melalui teks yang menjadikan peneliti mengatasi limpahan ilmu pengetahuan. Dalam Libraries of the Future (1965) yang terpengaruh pemikiran Bush, Douglas Engelbart, penemu mouse komputer, dan J.C.R. Licklider membayangkan perpustakaan digital yang dihubungkan dengan sebuah jaringan agar dapat diakses oleh para pengguna yang berlipat ganda.
Melihatnya dari titik sekarang, impian direktur Lembaga Pengembangan dan Penelitian Amerika Serikat (Office of Scientific Research and Development) itu tampak menjadi nyata bahkan di Indonesia. Sekarang ini sedang berkembang pesat perpustakaan maya baik yang dilakukan lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya. Ribuan teks dan dokumen mulai didigitalisasi dalam berbagai bentuk (umumnya berbentuk portable document format/pdf) dan di-upload di perpustakaan maya.
Di Indonesia, hampir semua universitas sudah mulai melakukan digitalisasi perpustakaan, menjadi dan mengutamakan perpustakaan maya. Tahun ini, untuk menyebut beberapa contoh, unit pelayanan teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM) menganggarkan dana Rp 1 miliar untuk berlangganan database jurnal online, sangat jauh lebih banyak dibandingkan dengan anggaran pengadaan koleksi cetak yang ”hanya” Rp 150 juta. Belum lagi perpustakaan di fakultas. Total anggaran UGM untuk berlangganan jurnal internasional mencapai Rp 5,8 miliar (Balkon Balairung UGM edisi spesial 2010).
Di kampus saya, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, UPT Perpustakaan pusat sudah menghabiskan dana Rp 300 juta per tahun untuk berlangganan jurnal online. Pengadaan perpustakaan maya itu tentu saja harus didukung dengan berlangganan bandwith internet yang biasanya mencapai miliaran rupiah. UNS, sebagai contoh, menghabiskan dana Rp 3 miliar setiap tahun. Hal itu juga terjadi hampir pada seluruh universitas di Indonesia.
Ada semacam kesadaran bahwa mahasiswa, dosen, peneliti, dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia akademis dan ilmu pengetahuan sudah mulai technology-minded yang harus diakomodasi. Hampir semua orang punya komputer atau laptop yang memengaruhi dan mengubah kebiasaan mereka dalam belajar-mengajar. Universitas, pemerintah daerah, pusat perbelanjaan, kafe, dan sebagainya menyediakan area hotspot (wifi) dengan berbagai kecepatan akses (bandwith) dan kebanyakan 24 jam penuh. Para operator telepon sudah gencar memasarkan produk dan jasa internet prabayar. Sekarang juga sedang marak dipasarkan teknologi e-book reader yang digagas Apple dengan produk Apple iPad dan situs penjualan online Amazon dengan produknya Amazon Kindle, yang konon akan menjadi tren baru. Semua itu mulai mengukuhkan janji dan mimpi perpustakaan maya di masa depan.
Selain itu, perkembangan perpustakaan maya tidak lepas dari perlombaan berbagai universitas di Indonesia untuk “go internasional“, menjadi universitas riset dan world class university. Perlombaan itu tentu saja mengharuskan sebuah universitas untuk memfasilitasi diri dengan perpustakaan maya yang bisa diakses dari seluruh dunia. Maka, dilihat dari segi teknologi serta dari tantangan dan tuntutan masa depan, perpustakaan maya tampak tak terelakkan.
Tapi, seperti dikatakan Ian F. McNeely dan Lisa Wolverton (2010) dalam buku mereka Para Penjaga Ilmu dari Alexandria Sampai Internet, mengorganisasi dan mengelola sebuah perpustakaan pada akhirnya adalah sebuah tugas besar yang menjemukan, yang memerlukan komitmen serius untuk menjustifikasi faedahnya. Butuh orang-orang yang akan memanfaatkannya. Tapi, sayangnya, yang terjadi di berbagai perpustakaan universitas dan berdasar riset kecil yang saya lakukan, tak banyak mahasiswa atau dosen yang menggunakan perpustakaan maya bahkan sekadar tahu ada perpustakaan maya. Kebanyakan mereka malah asyik dengan Facebook. Di kampus saya, dari total dana Rp 3 miliar per tahun, sekitar 60 persen habis untuk Facebook dan download film serta musik.
Bandingkan dengan yang terjadi di negara-negara seperti Amerika Serikat. Mahasiswa di sana mulai beralih pada perpustakaan maya (online library). Menurut hasil survei Thomas and Dorothy di Leavey Library yang berada di University of Southern California (USC), 73 persen mahasiswa sudah tidak lagi ke perpustakaan karena mereka sudah terhubung dengan internet dan perpustakaan online. Hanya 36 persen mahasiswa S-1 yang meminjam buku, 12 persen yang datang ke perpustakaan untuk menggunakan jurnal cetakan, dan 61 persen dari pengunjung perpustakaan yang datang untuk menggunakan komputer yang disediakan. Bila mahasiswa ditanya perbaikan apa yang mereka butuhkan dari perpustakaan, mereka hanya meminta untuk disediakan lebih banyak komputer (Gardner & Eng, 2005). Berbeda jauh.
Pada 1945 atau 30 tahun sebelum penemuan PC (personal computer) dan 50 tahun sebelum lahirnya world wide web, Dr Vannevar Bush dalam salah satu esainya yang terkenal As We May Think memimpikan sebuah desktop personal yang akan mengambil alih semua perpustakaan. Dalam impian yang dia sebut Memex, Bush membayangkan sebuah keyboard dan layar yang memungkinkan penggunanya untuk menghadirkan ilmu pengetahuan umat manusia yang terkumpul menjadi satu. Bush membayangkan sebuah mesin yang akan mencatat lompatan-lompatan individu inspiratif melalui teks yang menjadikan peneliti mengatasi limpahan ilmu pengetahuan. Dalam Libraries of the Future (1965) yang terpengaruh pemikiran Bush, Douglas Engelbart, penemu mouse komputer, dan J.C.R. Licklider membayangkan perpustakaan digital yang dihubungkan dengan sebuah jaringan agar dapat diakses oleh para pengguna yang berlipat ganda.
Melihatnya dari titik sekarang, impian direktur Lembaga Pengembangan dan Penelitian Amerika Serikat (Office of Scientific Research and Development) itu tampak menjadi nyata bahkan di Indonesia. Sekarang ini sedang berkembang pesat perpustakaan maya baik yang dilakukan lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya. Ribuan teks dan dokumen mulai didigitalisasi dalam berbagai bentuk (umumnya berbentuk portable document format/pdf) dan di-upload di perpustakaan maya.
Di Indonesia, hampir semua universitas sudah mulai melakukan digitalisasi perpustakaan, menjadi dan mengutamakan perpustakaan maya. Tahun ini, untuk menyebut beberapa contoh, unit pelayanan teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM) menganggarkan dana Rp 1 miliar untuk berlangganan database jurnal online, sangat jauh lebih banyak dibandingkan dengan anggaran pengadaan koleksi cetak yang ”hanya” Rp 150 juta. Belum lagi perpustakaan di fakultas. Total anggaran UGM untuk berlangganan jurnal internasional mencapai Rp 5,8 miliar (Balkon Balairung UGM edisi spesial 2010).
Di kampus saya, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, UPT Perpustakaan pusat sudah menghabiskan dana Rp 300 juta per tahun untuk berlangganan jurnal online. Pengadaan perpustakaan maya itu tentu saja harus didukung dengan berlangganan bandwith internet yang biasanya mencapai miliaran rupiah. UNS, sebagai contoh, menghabiskan dana Rp 3 miliar setiap tahun. Hal itu juga terjadi hampir pada seluruh universitas di Indonesia.
Ada semacam kesadaran bahwa mahasiswa, dosen, peneliti, dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia akademis dan ilmu pengetahuan sudah mulai technology-minded yang harus diakomodasi. Hampir semua orang punya komputer atau laptop yang memengaruhi dan mengubah kebiasaan mereka dalam belajar-mengajar. Universitas, pemerintah daerah, pusat perbelanjaan, kafe, dan sebagainya menyediakan area hotspot (wifi) dengan berbagai kecepatan akses (bandwith) dan kebanyakan 24 jam penuh. Para operator telepon sudah gencar memasarkan produk dan jasa internet prabayar. Sekarang juga sedang marak dipasarkan teknologi e-book reader yang digagas Apple dengan produk Apple iPad dan situs penjualan online Amazon dengan produknya Amazon Kindle, yang konon akan menjadi tren baru. Semua itu mulai mengukuhkan janji dan mimpi perpustakaan maya di masa depan.
Selain itu, perkembangan perpustakaan maya tidak lepas dari perlombaan berbagai universitas di Indonesia untuk “go internasional“, menjadi universitas riset dan world class university. Perlombaan itu tentu saja mengharuskan sebuah universitas untuk memfasilitasi diri dengan perpustakaan maya yang bisa diakses dari seluruh dunia. Maka, dilihat dari segi teknologi serta dari tantangan dan tuntutan masa depan, perpustakaan maya tampak tak terelakkan.
Tapi, seperti dikatakan Ian F. McNeely dan Lisa Wolverton (2010) dalam buku mereka Para Penjaga Ilmu dari Alexandria Sampai Internet, mengorganisasi dan mengelola sebuah perpustakaan pada akhirnya adalah sebuah tugas besar yang menjemukan, yang memerlukan komitmen serius untuk menjustifikasi faedahnya. Butuh orang-orang yang akan memanfaatkannya. Tapi, sayangnya, yang terjadi di berbagai perpustakaan universitas dan berdasar riset kecil yang saya lakukan, tak banyak mahasiswa atau dosen yang menggunakan perpustakaan maya bahkan sekadar tahu ada perpustakaan maya. Kebanyakan mereka malah asyik dengan Facebook. Di kampus saya, dari total dana Rp 3 miliar per tahun, sekitar 60 persen habis untuk Facebook dan download film serta musik.
Bandingkan dengan yang terjadi di negara-negara seperti Amerika Serikat. Mahasiswa di sana mulai beralih pada perpustakaan maya (online library). Menurut hasil survei Thomas and Dorothy di Leavey Library yang berada di University of Southern California (USC), 73 persen mahasiswa sudah tidak lagi ke perpustakaan karena mereka sudah terhubung dengan internet dan perpustakaan online. Hanya 36 persen mahasiswa S-1 yang meminjam buku, 12 persen yang datang ke perpustakaan untuk menggunakan jurnal cetakan, dan 61 persen dari pengunjung perpustakaan yang datang untuk menggunakan komputer yang disediakan. Bila mahasiswa ditanya perbaikan apa yang mereka butuhkan dari perpustakaan, mereka hanya meminta untuk disediakan lebih banyak komputer (Gardner & Eng, 2005). Berbeda jauh.
catatan edmodo
Apa sih kelebihan dan kekurangan edmodo?
Kalau menurutku c, kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut:
>> Kelebihan
- Nggak sering error
- Orang tua dapat mengontrol hasil belajar siswa
- Guru dan siswa tidak harus bertatatap muka.
- Dapat diakses siapapun, kapanpun, dan di manapun(asal ada koneksi internet)
>>
Kekurangan
- Membutuhkan fasilitas dan jaringan internet yang memadai.
- Membutuhkan kesadaran siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
Bagaimana cara mendaftar edmodo?
Silahkan kunjungi dulu www.edmodo.com.Seperti jejaring sosial lainnya, cara mendaftar edmodo sangat mudah hanya mengisi identitas saja dan syaratnya
mempunyai email. Anda bisa mendaftar sebagai guru, siswa, atau orang tua. Jika
akan mendaftar sebagai siswa harus tahu kode grup yang akan diikuti.
Tinggal klik tulisan join or create di sisi sebelah kiri bawah. Setelah Anda membuat grup akan muncul kode grup. Kode ini yang akan digunakan teman guru Anda, siswa Anda, atau orang tua siswa untuk join.
Dalam edmodo Anda juga dapat memberikan kuis atau tugas kepada siswa, di
mana jawaban siswa dapat dikoreksi langsung (untuk soal tipe multiple choice
dan true/false) , memberi penghargaan kepada siswa, dan memberi komentar pada
jawaban siswa.
Pada dasarnya, jika Anda sering bermain-main dengan facebook, pastinya tidak akan
kesulitan menggunakan edmodo.
Kalender Edmodo
Pada kolom kalender Edmodo kita
bisa berbagi / melihat event atau kegiatan yang ada dalam sekolah
maupun universitas. Ini sangatlah mudah bagi kita untuk yang tidak
sempat untuk meluangkan waktu membuat jadwal dan ditempelkan ke dinding
wacana, kita bisa mengatur semua aktifitas atau jadwal yang anda
inginkan dengan mudah disini.
search and filter
Klik Search yang berada diatas.
sedangkan filter untuk mengurutkan postingan sesuai yang kita inginkan. Berikut ini adalah tampilan filter pada edmodo.
Klik Filter posts by yang berada didekat postingan
Materi Pelajaran
Silahkan Anda terapkan perancangan untuk setiap pembelajaran di kelas
Anda dengan pendukung pembelajaran Online mengunakan Edmodo. Jangan
lupa untuk selalu memperbaharui materi dan sumber-sumber belajar yang
Anda berikan kepada siswa.
Ada baiknya bahan ajar yang Anda berikan
kepada siswa di redesign terlebih dahulu baik dari segi isi maupun
tampilan. Berikanlah nilai estetika untuk setiap bahan ajar agar tidak
membosankan. Usahakan berikanlah materi yang sifatnya sebagai trigger
untuk siswa, dimana substansi materi dapat memicu siswa untuk dapat
menggali informasi lebih dalam lagi secara mandiri.Buatlah tugas yang memicu aktivitas siswa untuk lebih kreatif dan rancang pula diskusi-diskusi interaktif untuk memancing siswa agar lebih dapat menuangkan ide-ide baru yang bertujuan membentuk pengetahuan mereka menjadi lebih konkrit dan terbaru.
Sesekali cobalah sesuatu yang baru seperti menerapkan Problem/Project based Learning (PBL) yang harus diselesaikan dengan cara berkelompok. Dengan mengedepankan strategi kolaboratif, buatlah mereka lebih aktif berkolaborasi/bekerjasama dengan anggota kelompoknya melalui sistem Edmodo ini sehingga tujuan dari PBL tercapai. Jangan lupa untuk mengoptimalkan sistem Edmodo ini dengan melibatkan orangtua/wali sehingga mereka dapat lebih aktif memonitor perkembangan belajar dan aktivitas anak mereka, sehingga peran orangtua/wali benar-benar dapat diwujudkan secara nyata. Hal inilah yang menjadikan tujuan sesungguhnya pembelajaran e-learning yang pada utamanya memfokuskan pada diri siswa dan bukan guru tercapai. Harap diingat pula, selain Edmodo ini dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran yang Anda lakukan di kelas, sistem ini juga dapat digunakan untuk hal lainnya diantaranya adalah membangun kerjasama dengan mitra Anda/Sekolah.
Gunakan Edmodo ini untuk juga membangun kolaborasi antar siswa di sekolah Anda dan siswa di sekolah mitra Anda. Buatlah siswa-siswa tersebut mempunyai pengalaman yang luar biasa dengan tujuan membangun jiwa kooperatif mereka dengan memberikan tugas/project yang harus diselesaikan bersama mitra mereka. Pada intinya sistem yang ada di Edmodo ini sangat powerful sebagai platform e-learning, tinggal bagaimana Anda berkreasi merancang pembelajaran yang menyenangkan dan efektif bagi siswa-siswa Anda.
Akhir
kata semoga dengan menggunakan Edmodo ini dapat menyegarkan kegiatan
pembelajaran di kelas Anda. Harapannya siswa merasa senang, lebih
mandiri dan bertanggung jawab serta dapat menumbuhkan jiwa untuk dapat
bekerjasama dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar